Dalam paragraf pernyataan
pendapat pada laporan audit, kata-kata materialitas dan risiko menjadi dua hal
yang penting. Kata-kata tersebut dicantumkan untuk menginformasikan pada
pembaca bahwa auditor mendasarkan kesimpulannya pada pertimbangan profesional
dan tidak menjamin kebenaran laporan keuangan tersebut. Kata-kata tersebut menunjukkan bahwa ada
risiko laporan keuangan disajikan tidak wajar meskipun pendapat yang diberikan
adalah wajar tanpa pengecualian.
MATERIALITAS
Sebagaimana telah kita ketahui
bersama bahwa materialitas adalah pertimbangan utama dalam penetapan laporan
auditor yang layak. Pernyataan FASB no. 2 menyatakan materialitas sebagai:
Jumlah atau
besarnya kekeliruan atau salah saji dalam informassi akuntansi yang dalam
kaitannya dengan kondisi bersangkutan , mungkin membuat pertimbangan
pengambilan keputusan pihak yang berkepentingan berubah atau terpengaruh oleh
salah saji tersebut.
Seorang auditor bertanggungjawab untuk
mengungkap salah saji yang material dalam laporan keuangan klien sehingga bisa
dilakukna koreksi, dan bila klien menolak untuk melakukan koreksi maka pendapat
wajar tanpa pengecualian tidak bisa diberikan auditor.
Dalam definisi yang diungkapkan
FASB diatas, dapat kita lihat bahwa ada penekanan pada poin pemakai sebagai
subjel yang mengandalkan laporan keuangan sebagai satu-satunya dasar
pengambilan keputusan. Maka dari hal tersebut, penting bagi auditor untuk
mengetahui kepentingan pengguna laporan keuangan serta keputusan apa yang
tergantung padanya. Misalnya auditor tahu bahwa laporan keuangan akan digunakan
untuk kepentingan jual beli, jumlah yang dianggap material harus lebih kecil
dari biasanya.
Menentukan Pertimbangan Awal
Mengenai Materialitas
Idealnya, auditor menentukan
jumlah gabungan yang dianggap material pada awal audit. Biasanya, penetapan
materialitas dikuantifikasi. Namun, hal tersebut masih merupakan pertimbangan
awal karena mungkin saja nantinya akan berubah tergantung pada pertimbangan
professional auditor atau perkembangan baru yang ditemukan.
Tujaun penetapan materialitas ini
adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup..
jika auditor menetapkan jumlah materialitas yang rendah, maka kuantitas bahan
bukti yang dibutuhkan akan menjadi leih besar. Begitu pula sebaliknya, semakin
tinggi tingkat materialitas maka akan semakin sedikt bahan bukti yang
dibutuhkan.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertimbangan
·
Materialitas sebagai konsep yang
relatif dan bukan absolute salah saji dalam jumlah. Artinya, penetapan tingkat
materialism pada tubuh klien harus relative dan menyesuaikan dengan besarnya
perusahaan.
·
Laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak merupakan
factor penting dalam menetapkan materialitas karena hal ini merupakan pos yang
kritis bagi pemakai.
·
Tipe salah saji yang ditemukan. Meskipun jumlahnya sama, akan
tetapi beberapa salah saji akan dipandang lebih material dari yang lain seperti
ketidakberesan akan lebih materil disbanding kekeliruan yang tidak disengaja,
kekeliruan yang berkaitan dengan kontrak dan kekeliruan yang mempengaruhi kecenderungan
laba akan dipandang lebih material dibanding yang lain.
Mengalokasikan
Pertimbangan Awal Materialitas Pada Segmen-Segmen
Pengalokasian pertimbangan awal
mengenai segmen dibutuhkan karena bahan bukti dikumpulkan berdasarkan
segmen-segmen dari laporan keuangan secara keseluruhan. Penatapan materialitas
untuk tiap segmen akan sangat membantu dalan penentuan kuantitas bukti yang
diperlukan. Semakin kecil tingkat materialitas pada segmen bersangkutan,
semakin banyak pula bukti yang dibutuhkan.
Sebagian besar praktisi
mengalokasikan materialitas pada pos-pos neraca dan bukan pada pos laba rugi.
Hal ini dilakukan karena neraca memiliki lebih sedikit komponen dan pada
akhirnya akun neraca dan laba rugi akan saling mempengaruhi.
Terdapat tiga kesulitan dalam
mengalokasikan materialitas ke dalam segmen neraca : auditor berasumsu akun
tertentu lebih banyak kekeliruan dari yang lain, perlunya mempertimbangkan
lebih saji atau kurang saji, dan biaya audit.
Estimasi Salah Saji
Dan Perbandingan
Saat auditor melaksanakan
prosedur audit untuk tiap segmen, kertas kerja digunakan untuk mencatat tiap
salah saji yang ditemukan. Misalkan auditor mendapatkan enam salah saji dari
dua ratus sampel yang diambil dalam menguji sediaan. Jumlah inilah yang akan
digunakan untuk memperkirakan jumlah seluruh salah saji yang terdapat pada akun
sediaan. Asumsikan bahwa nilai nominal dari tiga salah saji yang ditemukan
tersebut adalah tujuh juta dari jumlah sampel sebesar seratus juta dan
populasinya adalah Sembilan ratus juta. Salah satu cara menghitung estimasi ini
adalah dengan proyeksi langsung dari jumlah sampel kedalam jumlah populasi.
Dalam kasus ini, jumlah salah saji sebesar tujuh juta akan dibagi jumlah sampel
dan kemudian dikalikan jumlah total sampel. Maka hasil dari proyeksi langsung
adalah enam puluh tiga juta.
Jika estimasi salah saji telah
melewati pertimbangan awal mengenai materialitas (kombinasi dari tiap
segmen), maka seorang auditor sekiranya
perlu melakukan prosedur audit tambahan untuk memenentukan apakah estimasi
salah saji benar-benar melebihi seratus juta atau meminta klien melakukan
koreksi untuk estimasi salah saji tersebut.
Bila setelah melakukan prosedur
audit tambahan jumlah salah saji ternyata tidak melebihi pertimbangan awal
mengenai materialitas, maka auditor tidak perlu melakukan perluasan pengujian
audit tambahan.
RISIKO
Risiko dalam audit berarti bahwa
auditor menerima suatu tingkat ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan audit.
Auditor menyadari bahwa ada ketidakpastian mengenai kompetensi bahan bukti ,
efektivitas SPI, dan ketidakpastian apakah laporan keuangan memang telah
disajikan secara wajar atau tidak.
Auditor yang efektif akan
menyadari bahwa risiko-risiko tersebut diatas ada dan akan menanganinya dengan
sepantasnya.kebanyakan dari risiko tersebut sukar diukur dan memerlukan
penanganan yang hati-hati dan seksama. Misalkan, diketahui bahwa bidang
industry klien mengalami perubahan teknologi besar-besaran yang tidak saja
mempengaruhi klien tetapi juga pelanggannya dikarenakan sedian yang yang telah
usang. Bagaimana auditor menangani masalah ini adalah sangat penting dalam
menjaga mutu audit.
Cara auditor untuk menangani
masalah risiko dalam tahap perencanaan pengumpulan bahan bukti , terutama adalah dengan
menggunakan model risiko audit. Model risiko audit digunakan terutama untuk
tahap perencanaan dalam menentukan berapa besar bahan bukti yang harus
dikumpulkan dalam setiap siklus. Rumusnya adalah sebagai berikut:
PDR = AAR
/ (IR x CR)
Dimana:
PDR : Planned Detection Risk
AAR : Acceptable audit risk
IR : Inherent Risk
CR : Control Risk
Risiko
penemuan yang direncanakan
adalah risiko bahwa bahan bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan
salah saji yang melewati jumlah yang dapat ditoleransi kalau salah saji semacam
itu timbul. Terdapat dua hal penting mengenai risiko penemuan yang direncanakan
diatas. Pertama, ia tergantung pada tiga unsur risiko lain dalam model. jadi,
PDR hanya akan berubah jika salah satu dari tiga unsur pembentuknya juga
berubah. Kedua, risiko penemuan yang direncanakan berbanding terbalik
dengan besarnya bahan bukti yang akan
dikumpulkan.
Risiko
bawaan atau inherent risk
adalah penetapan auditor akan kemungkinan salah saji dalam segmen audit yang
melewati batas toleransi, sebelum memperhitungkan factor efektivitas
pengendalian internal. Risiko bawaan adalah factor kerentanan laporan keuangan
terhadap salah saji yang material , dengan asumsi tidak ada pengendalian
internal.semakin tinggi kemungkinan salah saji tanpa pengendalian maka semakin
tinggi pula risiko bawaan audit tersebut. Berkaitan dengan risiko bawaan,
semakin tinggi tingkat risiko bawaan suatu audit maka penggunaan staf yang
berpengalaman juga disarankan disamping menambah jumlah bukti audit.
Risiko
pengendalian
adalah ukuran penetapan auditor akan kemungkinan salah saji dalam segmen audit
yang melewati batas toleransi, yang tak terdeteksi atau tercegah oleh SPI
klien. Artinya, semakin efektif SPI klien, maka risiko pengendalian juga
semakin tipis.
Risiko
audit yang dapat diterima
adalah ukuran ketersediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan salah
saji secara material walaupun audit telah selesai dan pendapat wajar tanpa
pengecualian telah diberikan. Jika auditor menetapkan tingkat risiko yang dapat
diterima rendah, berarti ia ingin lebih memastikan bahwa tidak ada kekeliruan
yang yang material pada laporan keuangan.
Risiko
usaha adalah tingkat risiko
bahwa KAP akan menderita kerugian yang diakibatkan oleh hubungannya dengan
klien, walaupun laporan keuangannya sudah pantas.misalkan ketika klien
dinyatakan pailit setelah selesainya udit,kemungkinan tuntutan hokum terhadap
auditor akan semakin besar walaupun kualitas auditnya cukup baik.terdapat
perbedaan perndapat dikalangan para auditor tentang pantas atau tidaknya risiko
usaha dimasukkan kedalam tahap perencanaan. Pihak yang menentang beranggapan
bahwa auditor tidak dapat memberikan tingkat keyakinan yang berbeda atas
pendapatnya , karenanya tidak boleh mengubah tingkat keykinan karena adanya
risiko usaha. Sedangkan para pendukungnya beranggapan bahwa perlu untuk
mengumpulkan bukti tambahan dalam audit yang mana aspek legalitasnya
tinggiselama tingkat keyakinan yang dibentuknya tidak lebih rendah dari yang
selayaknya, meskipun dengan risiko usaha yang rendah. Adapun factor-faktor yang
mempengaruhi risiko usaha adalah:
·
Tingkat
ketergantungan pemakai laporan keuangan. Bial pemakai laporan keuangan memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap alporan keuangan, dengan sendirinya risiko
audit perlu diperkecil. Secara umum, factor-yang mengindikasikan tingkat
ketergantungan atas laporan keuangan adalah ukuran perusahaan klien yaitu
semakin besar usahanya,akan berbanding lurus dengan keragaman pemakainya,
·
Kemungkinan
adanya kesulitan keuangan klien yang timbul setelah laporan audit terbit. Penting
bagi auditor untuk mengantisipasi kemungkinan pailitnya perusahaan klien.
Karena dengan dinyatakan pailitnya perusahaan klien, berarti besar kemungkinan
tuntutan hokum dari pihak yang mengalami kerugian di pasar modal akan menimpa
auditor. Latar belakang terjadinya hal tersebut mungkin dari keraguan tentang
kualitas audit mungkin juga karena sekedar ingin memperkecil kerugian. Oleh
karena itu, jika ada indikasi klien akan pailit, maka auditor memerlukan
langkah preventif dengan menrunkan tingkat risiko audit yang dapat diterima.
Indikasi kepailitan dapat direfleksikan dalam posisi likuiditas klien, laba
tahun sebelumnya, metode pertumbuhan pembiayaan, sifat operasi klien, serta
tingkat kompetensi manajemen.
·
Evaluasi
auditor atas integritas manajemen. Semakin dipertanyakn tingkat integritas
manajemen perusahaan, semakin rendah pula risiko audit yang dapat diterima. Hal
ini disebabkan adanya kecenderungan perusahaan dengan integritas rendah untuk
melakukan usaha yang menyebabkan konflik dengan pedagang saham, konsumen dan
aparat Negara.
Risiko bawaan
Dimasukkannya
risiko bawaan dalam model risiko audit adalah salah satu factor terpentingdalam
auditing. Ini menandakan bahwa auditor perlu mempredikdi letak kemungkinan
salah saji yang paling m,unkin terjadi dan dimana yang paling kecil. Faktor-faktor
dalam menetapkan risiko bawaan:
·
Sifat
bidang usaha klien.
·
Integritas
klien
·
Motivasi
klien untuk melakukan kecurangan
·
Hasil
audit sebelumnya
·
Penugasan
pertama atau penugasan ulang
·
Hubungan
istimewa
·
Transaksi
tidak rutin
·
Kerentanan
terhadap kecurangan
·
Unsur-unsur
populasi
·
Akun
yang melibatkan estimasi manajemen
Hubungan Antara
Risiko, Materialitas dan Bahan Bukti
Konsep risiko dan materialitas
dalam audit adalah tak terpisahkan. Risiko adalah pengukuran ketidakpastian
sedangkan materialitas adalah ukurannya dalam jumlah. Diterapkannya kedua pin
ini secar bersamaan berarti pengukuran terhadap tingkat ketidakpastian dari
suatu jumlah tertentu. Contoh bila auditor menyatakan bahwa audit tidak
menemukan salah saji yang dapat ditoleransi sebesar dua puluh lima juta dan ada
risko sebesar 5%. Hal ini berarti, auditor memiliki keyakinan 95% bahwa tidak
ada salah saji dalam laporan keuangan yang bernilai nominal lebih dari dua
puluh lima juta.
Evaluasi hasil
Setelah
auditor merencanakan penugasan dan mengumpulkan bahan bukti audit, hasilnya
dapat juga dinyatakan dalam bentuk evaluasi dari model risiko audit. Model
risiko audit untuk mengevaluasi hasil audit dalam PSA adalah sebagai berikut:
AcAR= IR x
CR x AcDR
Dimana:
AcAR =
Achieved Audit Risk adalah suatu ukuran risiko yang diambil audit bahwa satu
akun dalam laporan keuangan secara material salah saji setelah auditor
mengumpulkan bahan bukti audit
IR=
Inherent Risk stelah revisi setelah audit.
CR=Control
Risk adalah risiko pengendalian yang telah direvisi selama audit
AcDR=
Achieved detection risk adalah suatu ukuran dari jumlah risiko bahwa bahan
bukti audit untuk satu segmen tidak mendeteksi salah saji melebihi jumlah yang
dapat ditoleransi, jika salah saji tersebut ada.
Mohon di jelaskan tentang bagaimana kita menentukan persentase AR, IR, dan DR.., dan hubungannya dengan jumlah bukti yang akan kita tentukan supaya bisa dikatakan cukup. Terima kasih
BalasHapus